Senin, 28 Maret 2011

Makalah paradigma pendidikan


BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Paradigma
Dalam pemaknaan kata “ paradigma “ mengandung arti model pola skema. Dengan demikian paradigma merupakan sebuah model atau pola yang terskema dari beberapa unsur yang tersistematis baik secara filosofis, ideologis, untuk dijadikan acuan visi hidup baik secara personal maupun kolektif untuk masa depan.
Landasan filosofis mengandung arti “ the love for wisdom “ menurut Pythagoras dan kualitas manusia menjadi tiga tingkatan : lovers of wisdom -lover of succes - lover of pleasure. Sedangkan acuan pemaknaan “ideologi” merupakan teori menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai daripadanya ditarik kesimpulan-kesimpulan mutlak tentang bagaimana manusia harus hidup atau bertindak. Kekhasan dari ideologi selalu dimuat tuntutan-tuntutan mutlak yang tidak boleh dipersoalkan. Cakupan dalam paradigma terdiri dari unsur nilai-nilai, pelembagaan secara fungsional dan struktural, macam-macam tujuan dan kepentingan yang diutamakan, cara-cara dan proses mencapainya, mengembangkan dalam sikap dan prilaku.
Dengan demikian paradigma merupakan sebuah acuan yang dibuat dari makna fiosofis suatu bangsa ( kearifan lokal atau bangsa ) maupun referensi ideologi yang berasal dari doktrin agama untuk dijadikan visi hidup yang lebih baik.
Bagi bangsa Indonesia Falsafah atau ideologi “ Pancasila “merupakan paradigma yang lahir dari kearifan Bangsa dan ideologis ( agama ) yang dijadikan sebagai visi hidup dan berorganisasi keseharian[1]
B.     Paradigma Pendidikan Masa Depan
Paradigm pendidikan masa depan di sini masih berbentuk paradigma pendidikan yang bersifat global, dalam artian masih belum jelas isi dari pada paradigma pendidikan masa depan itu sendiri. Diantara isi dari pada paradigma pendidikan masa depan adalah Praktek Pendidikan Berwajah Ke-Indonesia-an, Pendidikan berwawasan global, Tantangan Pengembangan Sekolah di Masa Depan, dan lain-lain.
Ø  Praktek Pendidikan Berwajah Ke-Indonesia-an
Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan pada diri seseorang tiga aspek dalam kehidupan, yakni ; pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah di tetapkan. Pelaksanaan di luar sekolah, walaupun memiliki rencana dan program yang jelas, tetapi pelaksanaannya relatif longgar dengan berbagai pedoman yang relatif fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Pelaksanaan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan baku dan tertulis[2].
Dengan mendasarkan konsep pendidikan tersebut, maka sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan “enculturation”, suatu proses untuk mengantarkan seseorang hidup dalam suatu budaya tertentu. Konsekuensi dari pernyataan ini, maka praktek pendidikan harus sesuai dengan budaya masyarakat yang akan menimbulkan penyimpanagan yang dapat muncul dalam berbagai bentuk goncangan-goncangan kehidupan individu dan masyarakat. Tuntutan keharmonisan antara pendidikan dan kebudayaan bisa pula dipahami, sebab praktek pendidikan harus mendasarkan pada teori-teori pendidikan dan giliran berikutnya teori-teori pendidikan harus bersumber dari suatu pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan.  
Ø  Pendidikan Berwawasan Global
Krisis demi krisis milai dari moneter, ekonomi, politik, dan kepercayaan yang tengah melanda bangsa indonesia, merupakan bukti bahwa sebagai bangsa kita sudah terseret dalam arus globalisasi.
Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses globalisai yang akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel, sehingga para lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis. Untuk itu, pendidkan harus dirancang ssedemikian rupa yang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan dan tanggung jawab. Disamping itu, pendidikan harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.[3]
Premis untuk memulai pendidikan berwawasan global adalah informasi dan pengetahuan tentang bagian dunia yang lain harus mengembangkan kesadaran kita bahwa kita akan dapat memahami lebih baik keadaan diri kita sendiri apabila kita memahami hubungan dengan masyarakat lain dan isu-isu global.[4]
Ø  Tantangan Pengembangan Sekolah di Masa Depan
Pengalaman pembangunan di negara-negara yang sudah maju, khususnya negara-negara yang didunia barat, membuktikan betapa besar peran pendidikan dalam proses pembangunan. Secara umum telah diakui bahwa pemdidikan merupakan penggerak utama ( prima mover ) bagi pembangunan. Secara fisik pendidikan didunia barat telah berhasil memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari segala sastra dan segala bidang yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan. Dari aspek non fisik, pendidikan telah berhasil menanamkan semangat dan jiwa modern, yang diwujudkan dalam kepercayaan yang tinggi pada “ akal “ dan teknologi,
Memandang masa depan dengan penuh semangat dan percaya diri, dan kepercayaan bahwa diri mereka mempunyai kemampuan (self efficacy) untuk menciptakan masa depan sebagaimana yang mereka dambakan.
Negara-negara sedang berkembang memandang pembangunan yang telah terjadi di dunia barat seakan-akan merupakan cermin bagi diri mereka. Para pemimpin dan ilmiawan di negara sedang berkembang menaruh perhatian yang besar akan peran pendidikan dalam usaha mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Pendidikan modern yang telah berhasil mengantarkan negara-negara maju (developped countries) dari kemiskinan dan keterbelakangan pada masa lampau sehingga mencapai tingkat seperti yang bisa disaksikan dewasa ini, sudah barang tentu akan berhasil pula mengantarkan negara-negara yang sedang berkembang mencapai tingkat pembangunan sebagaimana yang telah dicapai negara-negara maju. Maka pendidikan modern barat pun diimpor ke negara yang sedang berkembang. Biaya dan tenaga diarahkan untuk mengembangkan pendidikan. Anggaran belanja di sektor pendidikan terus meningkat. Usaha mendatangkan tenaga ahli dari barat dan mengirim tenaga domestik ke barat mendapatkan prioritas yang tinggi. Hasil amgka buta huruf menurun dengan drastis, gross atau net enrollment ratio naik, education achievement dari penduduk semakin tinggi.
Namun, di balik keberhasilan menaikkan pendidikan dikalangan masyarakat, pada tahun 1970-80-an, para ahli mulai melihat tanda-tanda “lampu-kuning” pada sistem pendidikan padsa negara-negara yang sedang berkembang, termasuk di indonesia, menimbulkan problema: meninggalkan generasi muda dengan pendidikan tetapi tanpa pekerjaan dan memberikan tekanan yang berat pada anggarn belanja. Hal ini disebabkan oleh karena perkembangan di luar pendidikan, khususnya di dunia ekonomi dan teknologi, berlangsung dengan cepat sehingga perkembangan sektor pendidikan tertinggal di belakang. Akibatnya pendidikan tidak lagi berfungsi sebagai pendorong proses kemajuan, melainkan menjadi “pengikut proses kemajuan”. Mulailah para ahli, khususnya di bidang pendidikan mempertanyakan teori-teori dan sistem pendidikan yang mereka impor dari barat: relevankah teori dan sistem pendidikan barat diterapkan di dunia sedang berkembang.[5]
C.    Macam-Macam Paradigma Pendidikan
Macam-macam paradigm pendidikan ada empat, yaitu :
1.      Konservatisme
Kecenderungan politik bergantung pada sejarah dan perkembangan budaya. Misalnya, konservatisme sosial mempertahankan lembaga dan proses-proses sosial yang sudah ada. Perubahan boleh tetapi harus mentaati tatanan yang sudah berlaku. Mereka tidak menolak nalar tetapi juga menerima nalar secara total. Sedangkan konservatisme reaksionisme menolak nalar dan konservatif filosofis menempatkan nalar di atas segala-galanya[6].
2.      Liberalisme
·         Menekankan cara pemecahan masalah secara ilmiah
·         Tujuannya menuntaskan masalah praktis
·         Guru seharusnya memelihara dan memperbaiki tatanan sosial yang sudah ada
·         Murid harus mampu memecahkan masalahnya sendiri
·         Kaum liberal mendahulukan individu dari pada masyarakat
·         Psikologis dikondisikan oleh sosial
·         Psikologis adalah basis pembuktian benar-tidaknya pengetahuan
·         Konsekuensi emosional tidak mungkin dipengaruhi secara kolektif
·         Belajar mungkin berlangsung dalam matriks sosial, tetapi belajar selalu bersifat personal dan pribadi
·         Kaum liberal memandang sekolah sebagai lembaga terbuka dan lebih kritis
3.      Anarkisme
ü  Lembaga pendidikan bekerja sama dengan proses-proses politis yang memerosotkan individu, sekedar “sekerup” kelompok, sekedar butiran kepribadian dalam seronce kesosialan.
ü  Pemerosotan martabat manusia secara sistematis.
ü  Pendidikan adalah proses belajar lewat pengalaman sosial.
ü  Sekolah mengabaikan tanggung jawab mendidik siswa secara sejati


4.      Fundamentalisme
§  Dalam pendidikan mengambil bentuk gerakan “kembali ke dasar”
§  Gerakan ini memusatkan pada suatu sasaran tertentu, seperti mengembalikan pendidikan pada “Tiga R”, yairu Read, Write, dan Arithmatic
§  Jam sekolah mengutamakan pelajaran bahasa nasional, sains, matematika, dan sejarah
§  Pendidik harus mengambil peran dominan
§  Pengajaran menggunakan sistem menghapal, PR, ujian dilaksanakan sesering mungkin
§  Rapor dibagikan sesering mungkin dengan indeks prestasi
§  Disiplin harus ketat
§  Kelulusan berdasrkan serangkaian tes-tes untuk mengetahui tingkat ketrampilan dan pengetahuan
§  Permainan dan ketrampilan diberikan di luar jam sekolah
§  Menghapus bidang studi pilihan dan meningkatkan yang wajib
§  Menolak inovasi dan menekankan pada konsep
§  Program layanan sosial di sekolah menyita waktu sekolah
§  Memasukkan “patriotirme” dan nasionalisme di sekolah




[2] Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, BIGRAF Publising, 2000. Hlm.81-82

Makalah Hakikat pembelajaran Pkn

                                                    PENDAHULUAN
­
  A.Latar belakang masalah
 Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memang mengalami perubahan nama dengan sangat cepatkarena mata pelajaran tersebut memang rentan terhadap perubahan politik, namun ironisnya nama berubah berkali-kali, tetapi secara umum serta pendekatan cara penyampaianya kebanyakan tidak berubah.
Dari sisi isi misalnya,lebih menekankan pengetahuan untuk dihafal dan bukan materi pembelajaran yang mendorong berpikir apalagi berpikir kritis siswa.Dari segi pendekatan yang lebih ditonjolkan adalah pendekatan politis dan kekuasaanDari segi pembelajaran atausistem penyampaiannya lebih menekankan padapembelajaran satu arahdengan dominasi guru yang lebih menonjolsehingga hasilnya sudah dapat diduga, yaitu verbalisme yang selama ini sudah dianggap sangat Melakat padapendidikan umumnya di Indonesia.
Untuk dapat mengatasi hal itulsh kiranya dibutuhkan oerubahan-perubahan dalm pendidikan kewarganegaraan psling tidak untuk ketiga aspek tersebut.
Rumusan masalah
1.Apa pengertian dari pembelajaran Pkn?
2.Jelaskan tujuan Pendidikan kewarganegaraan?
3.Apa yang di maksud Ruang lingkup pembelajaran Pkn?
 4.Bagaimana Hakikat bidang studi pendidikan kewarganegaraan?
                                                      PEMBAHASAN

A.  Pengertian Pembelajaran Pkn[1]
Istilah Pkn yang menggunakan dengan “N” atau huruf capital merupakan singkatan dari singkatan dari pendidikan kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan (Pkn ) merupakan pendidikan  yang menyangkut status formal warganegara yang di atur dalam UU NO 2 tahun 1949,UU NO 62 Tahun 1958,UU NO 12 tahun 2006 tentang status kewarganegara yang telah berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2006.
Menurut pandangan soemantri(1967) pendidikan kewargaan Negara(Pkn) identik dengan istilah civic,yaitu mata pelajaran yang bertujuan membentuk atau membina kewarganegara yang baik,warga  Negara yang tahu,mau sadar akan hak dan kewajibannya .hal ini dapat di wujudkan dalam bentuk sikap, prilaku dan perbuatan yang baik(Ruminiati 2008)
Menurut wahab dan winataputra(2005) menyatakan bahwa perubahan istilah PKN menjadi PKn perlu di artikan adanya pergeseran makna.Istilah PKn yang secara teknis diartikan sebagai status formal warga Negara  bergeser maknanya menjadi hal-hal yang berkenaan dengan warga Negara,yang tentunya termasuk status formal warga Negara. Sedangkan secara semantic,Kn berasal dari WN.Ke- warganegaara-an dapat di aartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan warga Negara.
Berdasarkan pandangan Wahab dan Winataputra tersebut,Istilah Pkn dalam buku ajaran MI tetap menggunakan “n” huruf kecil, dengan makna sebagai “N” huruf capital,yaitu sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran warga Negara yang baik
B.Tujuan pendidikan kewarganegaraan
  1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
  2. Berpartisifasi secara aktifdan bertanggung jawab, serta beeertindak cerdas dalam kegiatan kemasyararakatan, berbangsa dan bernegara.
  3. Berkembang secara positif dan demokratisuntuk membentuk diri beerdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lainnya.
  4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pecaturan dunia secar langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
 C. Ruang Lingkup[2]
Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional
3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM
4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan kedudukan warga negara
5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi
6. Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi
7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka
8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indone sia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
D. HAKIKAT DAN KAREKTERISTIK BIDANG STUDI
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
1. Hakikat bidang studi pendidikan kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan Nilai-nilai pancasilasebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan Moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk prilaku dalam kehidupan sehari-hari para Mahasiswa baik sebagai individu, sebagai calon guru/pendidik, anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Hakikat Pendidikan kewarganegaraan adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD1945.
Secara umum tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagaii berikut:
1.      Memberikan pengertian pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yng benar dan sah
2.      Meletakkan dan membentuk pola pikir yang sesuai dengan Pancasila dan ciri khas serta watak ke-Indonesian
Khususnya pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Sekolah seyogyanya dikembangkan sebagai pranata atau tatanan sosial-Pedagogis yang kondusif atau member suasana bagi tumbuh kembangnya berbagai kualitas pribadi peserta didik.Sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat perlu dikembangkan sebagai pusat pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat, yang mampu member keteladanan,, membangun kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran demokratis.
Dalam kerangka semua itu mata pelajaran PKn harus berfungsi sebagai wahana kurikuler pengembangan karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab.Peran PKn dalam proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat, melalui pemberian keteladanan, pembangunan kemauan, dan pengembangan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.Melalui PKn sekolah perlu di kembangkan sebagai pusat pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan hidup dan berkehidupan yang demokratis untuk membangun kehidupan demokrasi.
Dari kedua konsep dasar tersebut dapat dikemukakan bahwa paradigma pendidikan demokrasi melalui PKn yang perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah adalah pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional atau bersifat jamak. Sifat multidimensionalnya itu terletak pada:
  1. Pandangan yang pluralistik –uniter (bermaacam-macam teetapi menyatu) dalam  pengertian Bhineka Tunggal Ika.[3]
    1. Sikapnya dalam menempatkan individu, Negara, dan masyarakat global secara harmonis.
    2. Tujuannya yang diarahkan pada dimensi kecerdasan (spiritual, rasional, dan sosial)
    3. Konteks (setting) yang menghasilkan pengalaman belajarnyayang terbuka, fleksibel atau luwes, dan bervariasi kepada dimensi tujuannya.Dalam program pendidikan , paradigma ini menuntut hal-hal sebagai berikut:[4]
Pertama, memberikan perhatian yang cermat dan usaha yang sungguh-sungguh pada pengembangan pengertian entang hakikat dan karekteristik aneka ragam demokrasi, bukan hanya yang berkembang di Indonesia.
Kedua, mengembangkan kurikulum dan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengeksplorasi sebagaimana cita-citademokrasi telah diterjemahkan kedalam kelembagaan dan praktik diberbagai belahan bumi dn dalam berbagai kurun waktu.
Ketiga, tersedianya sumber belajar yang memungkinkan siswa mampu mengekplorasi sejarah demokrasi di negara untuk dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi yang di terapkan di negaranya itu secara jernih.
Keempat, tersedianya sumber belajar yang dapat mempasilitasi siswa untuk dapat memahami penerapandemokrasi di negara lain sehingga mereka memiliki wawasan yang luas tentang ragam ide dan sistem demokrasi dalam berbagai konteks.
Stuasi sekolah  dan kelas di kembangkan sebagai democratic laboratory atau lab demokrasi dengan lingkungan sekolah/kampus yang diperlakukan sebagai micro cosmos of democracy atau linkungan kehidupan yang demokratis yang bersifat micro ddan memperlakukan masyarakat luas sebagai open global classroom atau sebagai kelas yang terbuka.
Dengan cara itu akan memungkinkan siswa dapat belajar demokrasi dalam stuasi yang demokratis dan membangun kehidupan yang lebih demokratis. Itulah makna dari konsep “learning and for democracy,and for democracy” dengan PKn sebagai wahana kurikuler yang                     Kesimpulan
Hakikat Pendidikan kewarganegaraan adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD1945.
Secara umum tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagaii berikut:
1.      Memberikan pengertian pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yng benar dan sah
2.      Meletakkan dan membentuk pola pikir yang sesuai dengan Pancasila dan ciri khas serta watak ke-Indonesian
Menurut pandangan soemantri(1967) pendidikan kewargaan Negara(Pkn) identik dengan istilah civic,yaitu mata pelajaran yang bertujuan membentuk atau membina kewarganegara yang baik,warga Negara yang tahu,mau sadar akan hak dan kewajibannya .hal ini dapat di wujudkan dalam bentuk sikap, prilaku dan perbuatan yang baik(Ruminiati 2008)
 DAFTAR PUSTAKA
 http//arini.wodpres.com/2011/01/30 tujuan-ruanglingkup-mata pelajaran pendidikan-kewarganegaraan-sd-mi

Prof.Dr.H. Kaelan,M.s. “Pendidikan kewarganegaraan “ PARADIGMA, Yogyakarta. 2007, 1-3

http//h4dyme.wordpress.com/2010/05/17/hakekat-fungsi-tujuan-pendidikan kewarganegaraan- di-sd

Paket 1 hakekat pembelajaran Pkn MI


[1] Paket 1 hakekat pembelajaran Pkn MI
[2] http//h4dyme.wordpress.com/2010/05/17/hakekat-fungsi-tujuan-pendidikan kewarganegaraan- di-sd
[3] http//arini.wodpres.com/2011/01/30 tujuan-ruanglingkup-mata pelajaran pendidikan-kewarganegaraan-sd-mi
[4] Prof.Dr.H. Kaelan,M.s. “Pendidikan kewarganegaraan “ PARADIGMA, Yogyakarta. 2007, 1-3